Senin, 07 Maret 2011

“Benar-Benar Misterius!”


Aku melangkahkan kaki ke arah kelas 3. Ya, kelas 3. kelasku sekarang. aku memasuki kelas yang masih sepi. Hanya ada dua temanku. Rose dan Melly. Aku memandang ke sekeliling. Kulihat Melly, teman sebangku ku tertunduk sedih di mejanya. Wajahnya sembab. Air mata perlahan turun dari matanya. Ia kelihatan sangat sedih dan takut. Aku menghampiri Melly. Aku duduk disebelahnya.
“Kenapa Melly?” tanya ku sambil memandang wajahnya yang penuh titik-titik air mata disana sini. Melly memandangku.
“Alya?!” kata Melly yang berusaha menyembunyikan air matanya. Ia meenghapus air matanya.
“Ini gawat!” kata Melly pelan.
“Gawat apanya?” tanya ku yang masih heran.
“Aku menerima surat kaleng” kata Melly. Air matanya perlahan turun lagi. Aku terperanjat kaget. Surat kaleng? Melly menyerahkan selembar kertas kepadaku. Kertas itu sangat kusut. Aku melihat kertas itu. Terdapat sebuah tulisan. Aku membacanya.
‘Tunggu pembalasanku Melly!’ begitu isi tulisannya.
“Siapa yang menulis ini?” tanya ku.
“Aku tak tahu.. hiks! Hiks!” kata Melly sambil menangis. Aku megerutkan kening layaknya detektif yang sedang kebingungan.
“Sudahlah.. kita tunggu saja besok. Mungkin ada petunjuk lain” kata ku menenangkan Melly. Melly menatapku. Dia tersenyum.
“Terimakasih Alya. Kau teman yang baik” kata Melly. Aku tersenyum.
“Sama-sama. Kau juga teman yang baik” balasku. Kami berdua berpelukan.
“Pasti, dari surat kaleng itu ada sesuatu yang tersimpan” kataku.
***
Esoknya, aku pergi ke sekolah. Aku kembali memasuki ruangan kelas 3. Ruangan yang paling kusenangi. Kulihat Melly sedang berdiri di dekat meja guru. Wajahnya kelihatan terang. Sekarang dia sudah ceria. Kulihat dia sambil memegang sebuah gelang emas yang dipakainya.
“Melly!” panggilku.
“Alya!” kami berdua mendekat
“Aku senang melihat kau sudah ceria lagi” kata ku. Aku memandang gelang emas yang dipegang Melly.
“He.. he.. he.. soal gelang ini, aku dapatkan dari ayahku. Untuk menghibur hatiku yang sedih soal surat kaleng kemarin” jelas Melly. Aku hanya mangut-mangut tanda mengerti. Lalu, Gaby, temanku yang lain mendekatiku dan Melly.
“Eh! Melly! Alya! Ayo siap-siap! Sebentar lagi pelajaran IPS mau dimulai. Tuhh.. pak Koko guru IPS kita udah mau memasuki kelas!” kata Geby. Aku dan Melly segera duduk dibangku masing-masing. Maka, pelajaran IPS yang dibimbing pak Koko pun dimulai.
***
Tak terasa, 3 jam pun berlalu. 4 pelajaran sudah ku lalui. Dan tibalah waktu yang ditunggu-tunggu anak kelas 3 Permata Hati. Waktu istirahat! Semua anak berbondong-bondong keluar kelas.
“Alya! Kita ke kantin yuk!” ajak Melly. Aku mengangguk. Sesampainnya di kantin, aku memesan mie ayam. Sedangkan Melly memesan mie ayam baso. Minumnya, 2 buah es teh manis.
“Seger ya..” kata ku sambil menyeruput es teh manis ku.
“Tentu” kata Melly yang sibuk menusuk basonya dengan garpu. Setelah selesai makan, kami segera membayar.
“Semuanya, jadi 10.000” kami menyerahkan uang 10.000. segera, tanpa basa-basi, aku dan Melly pun langsung ke kelas lagi. Masih ada 7 menit lagi untuk istirahat. Melly duduk di kursinya sedangkan aku berkeliling kelas. Itu lah hoby ku ketika di kelas. Berkeliling kelas. Aku menatap Melly lagi untuk melihat kondisinya. Tapi, ketika ku berbalik, Melly sedang mencari sesuatu. Mukanya pucat.
“Ada apa?” tanya ku mendekati Melly.
“Gelang emasku hilang!” seru Melly.
“Tadi, kau taruh mana?” tanya ku.
“Aku taruh tas. Tapi, waktu aku lihat lagi.. i.. ge.. lang.. ema..s.. it..u.. hil..ang.!” kata Melly geregetan.
“Ini pasti ada hubungannya surat kaleng dengan gelang emasku yang hilang itu!” kata Melly lagi.
“Kalau begitu, kita tanya saja Ika! Dia kan yang paling hafal semua tulisan anak-anak kelas 3. Mungkin, dia tahu siapa yang menulis surat kaleng itu!” kata ku. Maka, Aku dan Melly segera ke perpustakaan. Setiap istirahat, Ika memang suka ke perpustakaan. Ika di kenal kutu buku dikelasnya.
“Ika!” seru Melly tiba-tiba. Ia mengibarkan kertas yang berisi surat kaleng itu.
“Melly? Alya? Ada apa?” Ika terlonjak.
“Kamu harus menjawab secepatnya! Tulisan siapa ini?” aku memperlihatkan surat kaleng yang dipegang Melly. Ika melihat dengan seksama.
“Kau dapatkan dari mana surat ini?” tanya Ika.
“Memangnya kenapa?” tanya ku dan Melly serempak.
“Ini adalah tulisan.. tulisan.. tulisan Monic!” kata Ika.
“HAH?!”
“Monic kan anak yang baik! Kenapa dia yang menulis surat kaleng ini?” tanya ku.
“Bisa jadi, dia juga yang mencuri gelang emasku!” kata Melly.
“Memangnya, sebetulnya ada apa sih?” tanya Ika. Aku menceritakan yang terjadi. Melly terlihat berkaca-kaca.
“Kalau begitu, semoga kasusnya cepat selesai ya!” dukung Ika. Kami berdua segera pamit lagi ke kelas.
“Kita langsung saja tanya Monic” kata Melly yang sudah marah. Tatapannya berapi-api. Aku bengong saja ketika melihat Melly marah. Kami mendekati meja Monic.
“Hai Monic..” kata Melly. Wajahnya kelihatan sangat.. sangat tampak gusar. Dia meremas surat kaleng itu. Monic ketakutan.
“Kenapa ya?” tanya Monic yang berusaha menenangkan Melly.
“Kita berdua hanya mau tanya saja.. tapi, tolong jujur. SIAPA YANG MENULIS INI?!!” bentak Melly. Air matanya keluar. Dia memperlihatkan isi surat kaleng itu. Untung, dikelas sepi. Kalau tidak?
“Baiklah.. aku sebenarnya yang menulis surat itu” kata Monic pelan. Melly seperti disambar petir. Kenapa orang baik seperti Monic menulis ini semua?!
“Lalu, kenapa kau mencuri gelang emasku?” lanjut Melly.
“BENAR! Karena, aku dipaksa oleh Sandria! Kenapa kau membetakku? Hah?! Padahal, aku nggak salah! SANDRIA! Sandria yang salah!” kata Monic yang sudah tak tahan. Aku dan Melly iba. Kami hanya terdiam. Monic menangis.
“Sudahlah! Bentak aku saja!” kata Monic sambil menangis. Aku berjongkok.
“Monic..” kataku.
“Kami memang salah. Maafkan kita berdua. Kita akan bicarakan dengan Sandria. Maaf, kalau kami sudah salah sangka” lanjutku. Aku dan Melly berjalan meninggalkan Monic. Aku menghampiri Sandria.
“Sudah cukup Sandria!” kata Melly.
“Ada apa?” tanya Sandria kebingungan.
“Jujur saja! Kau kan yang menyuruh Monic menulis surat kaleng dan mencuri gelang emasku?” kata Melly. Sandria terdiam.
“Iya! Iya! Aku! Aku memang salah! Tapi, ini bukan karena kau Melly!” kata Sandria.
“Siapa?” tanya Melly.
“Alya!” seru Sandria.
“Kenapa aku?” tanya ku.
“Aku salah apa?” lanjutku.
“Kau.. kau.. kau... tega! Belakangan ini, kau selalu menjauhi ku.! Bermain dengan Melly! Padahal, dulu kita selalu.... hiks! Hiks!” Sandria tak kuat menceritakan semuanya. Dia terlalu sedih untuk menceritakannya. Dia berlari keluar kelas. Aku hanya terdiam. Ternyata, aku tak pantas berteman dengan Sandria. Good bye! Good bye Sandria! Lupakanlah aku! Cari teman yang lain! Hiks! Hiks! Aku hanya menangis sedih. Melly terdiam. Ruangan kelas menjadi sunyi.
***
Hari pun berganti. Kejadian kemarin menjadi pengalamanku yang berharga. Hari ini libur nasional. Jadi, sekolahku libur. Aku menuju ke halaman rumah. Aku membuka kotak surat. Kulihat ada satu amplop di dalamya. Aku meraihnya. Ternyata, surat ini ditunjukan kepada Alya Nabilla. Alya Nabila? Itu kan namaku! Aku segera merobek amplop itu. Lalu, ku keluarkan sebuah kertas berwarna biru dari dalam amplop. Aku membacanya.

From: Sandria Zhafina Putri
To: Alya Nabilla
Dear Alya!
Alya, maafkan aku yah! Aku memang salah! Seharusnya aku harus mengontrol diri. Tapi, maafkan aku sepertinya kita tak bisa bersama lagi. Ayahku harus pindah kerja ke Amerika selama 2 tahun. Maka dari itu, aku juga harus ikut pindah ke Amerika. Tapi, kita bisa chatingan di internet atau surat menyurat. Sudah dulu ya. Bye!
Sandria Zhafina Putri

Aku kaget membacanya. Sandria yang dulu menyayangi ku kini telah hilang.
“TIDAK!!!!” teriakku histeris. Bye Sandria. Selamat ketemu lagi tahun depan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar