Senin, 21 Maret 2011

“Jujur itu Baik!”


“Tadi seru ya!” kata Jihan.
“Seru apanya? Aku kalah terus gara-gara kau!” kata Eva. Rupanya mereka baru saja main kejar-kejaran.
“Eh.. tapi, kamu mau tahu nggak caranya supaya terus-terusan menang?” tanya Jihan.
“Mau dddooonngggg” kata Eva panjang.
“Mau tahu? Ya… rahasialah!” kata Jihan sambil tertawa. Huh! Eva hanya mendengus kesal. Tiba-tiba..
“Hei! Aku menemukan uang!” kata Eva. Eva mengambil uang itu. Uang itu cukup besar jika dipegang anak-anak.. yaitu 50.000
“Lalu?” tanya Jihan.
“Kita akan beli city toys!” kata Eva. City toys adalah mainan yang sedang naik daun di kota mereka.
“Sebaiknya jangan! Kita bilang saja ke pak polisi! Nanti pak polisi akan cari tahu, uang siapa itu!” kata Jihan.
“Ah! Sudahlah! Ini kan keberuntungan!” kata Eva menolak.
“Ya udah deh..terus nanti aku dapat apa?” tanya Jihan.
“Kembaliannya nanti buat kamu ya!” kata Eva. Mereka pun pergi ke toys shop. Toys shop adalah toko mainan yang paling lengkap di negara mereka. Disana banyak mainan-mainan yang berkualitas bagus. Selain bagus, harganya juga selangit! Alias, murah-murah. Makanya, Jihan dan Eva senang sekali beli mainan di Toys shop. Kalau mau beli mainan, ya Toys shop aja… (Duh kok jadi promosi???) Eva berlarian kesana-kesini mencari rak yang menyimpan mainan city toys. Akhirnya Eva pun menemukannya. Eva mengambil salah satu kotak putih yang bertuliskan “City Toys” dari rak mainan. Mereka segera membayar ke kasir.
“Semuanya jadi 66.000 ribu” kata petugas kasir. Eva menyerahkan uang 50.000 yang ditemukannya. Petugas kasir pun menyerahkan kembaliannya.
“Terimakasih atas kunjungannya” kata petugas kasir itu ramah. Mereka keluar dari bagunan toys shop.
“Sekarang, kita beli es krim saja ya! Udaranya sedang panas nih” kata Eva. Jihan mengangguk.
“Setuju! Kebetulan, aku sedang ingin makan es krim!” kata Jihan. Mereka berdua pun pergi ke kedai es krim yang tak jauh dari toys shop. Es krim disana relatif murah. Paling murah mungkin.. 50 perak? Ya.. di kedai es krim harganya murah-murah. Di kota mereka banyak toko yang menawarkan kemurahan yang fantastik. Mereka pun memasuki ruangan kedai es krim yang dicat biru cerah. Disana-sini banyak lukisan tentang es krim. Mereka duduk di sova nomor 6. Tak lama, pelayan pun datang membawakan menu-menu di kedai es krim. Akhirnya Eva memutuskan untuk memesan ice mint. Dan Jihan pun memesan bluberry ice. Mereka pun menunggu beberapa lama, dan.. TETOT! Akhirnya es krim yang mereka tunggu tiba. Mereka pun menikmati es krim yang memang terkenal itu. Di kedai es krim sangat ramai. Tapi, Eva dan Jihan bisa menemukan tempat duduk.
“Duh.. dinginnya! Enak!” kata Jihan. Eva hanya tersenyum.
“Sudah selesai?” tanya Eva. Jihan mengangguk. Akhirnya mereka membayar pesanan es krim mereka. Mereka pun keluar dari ruangan kedai es krim yang sesak. Mereka berdua pun memutuskan untuk pulang, karena hari sudah mulai gelap. Mereka berpisah di kedua jalan. Di perjalanan, Eva bertemu Lina, sahabatnya. Lina kelihatan sedih.
“Kenapa?” tanya Eva kepada Lina. Kotak mainan city toys yang hampir jatuh dipegangnya erat-erat.
“Uang ku hilang.. aku tak tahu dimana sekarang uang itu.. padahal, uang itu dititpkan mamaku kepadaku untuk belanja dipasar.. huhuhuuhu” kata Lina sedih. Eva kaget. Uang Lina hilang? Apakah uang 50.000 tadi adalah uang Lina yang hilang itu? Hati Eva jadi tidak enak. Seharusnya tadi Eva menuruti perkataan Jihan.
“Sebaiknya jangan! Kita bilang saja ke pak polisi! Nati pak polisi akan cari tahu, siapa itu!”
Tapi, uang itu sudah terlanjur untuk membeli city toys. Ia menyembunyikan kotak putih city toys di belakang pungungnya. Ia meremas kotak itu. Lalu, muncul Galih, teman Lina yang lain.
“Maaf Lina, tapi aku tidak menemukan uang itu” kata Galih. Lina menunduk.
“Baiklah, kalau uang itu hilang, aku akan bilang ke mama saja apa yang terjadi” kata Lina sedih. Lina pergi meninggalkan Eva dan Galih. Galih pun ikut pergi. Eva pun tertunduk. Hari mulai gelap. Ia pergi lagi ke toys shop. Ia ingin menukarkan uang 50.000nya tadi dengan city toys. Ia berlari sekencangnya. Sesampainnya di toys shop, Eva langsung pergi ke kasir.
“Pak, saya ingin menukarkan uang saya dengan city toys ini” kata Eva. Ia megeluarkan kotak putih yang ia remas tadi.
“Maaf dik. Tapi kotak ini sudah rusak. Tidak bisa ditukar lagi” kata bapak penjaga kasir itu. Eva hanya menunduk. Hatinya gelisah sepanjang perjalanan pulangnya. Ia tidak bisa membayangkan apa-apa lagi. Kalau mengaku, mungkin Lina tidak ingin lagi jadi sahabat Eva. Tapi apa boleh buat? Semoga ada jalan lain untuk Eva..
***
Dirumahnya, Eva hanya menatap mainan city toysnya. Eva kelihatan muram. Ia pergi ke kamarnya dia pun tidur di kasurnya. Eva melihat ke atas.
“Kenapa aku harus membeli city toys ini sih?” sesal Eva . dia memegang mainan city toys itu. Dia meletakkannya lagi. Dia hanya pasrah. Tak tahu harus melakukan apa. Dia pun terbaring di kasurnya. Dia bermimpi kalau dia dijauhi oleh Lina.
“Kau memang jahat! Aku tak ingin bersama mu lagi!”
Eva juga bermimpi kalau dia dimarahi kedua orang tuanya.
“Kau memang anak yang tak tahu diri! Seharusnya, kalau menemukan uang, bilanglah kepada pak polisi.! Dasar anak bandel!”
AH! Eva terbangun. Dia sangat takut. Hanya ada satu jalan untuk mennyeselesaikan masalah ini. bilang yang sebenarnya kepada Lina..
***
Esoknya, pagi yang cerah menyelimuti rumah Eva. Eva memutuskan pergi keluar, untuk kerumah Lina. Ia pergi kerumah Lina. Dirumahnya, ternyata Lina sedang bermain di halaman rumahnya.
“Lina!” kata Eva. Lina mendekati Eva.
“Ada apa?” tanya Lina heran.
“Mmmhh… sebenarnya,.. ehh…” Eva kelihatan gugup.
“Kenapa?”
“Sebenarnya, aku yang mencuri uang itu” kata Eva. Eva mulai menceritakan semuanya.
“Uang yang diberi mamaku itukan 20.000” kata Lina. Eva kaget.
“Tapi, tak apa. Lain kali, kalau menemukan sesuatu bilang pak polisi. Pak polisi akan membantumu menyelesaikan masalahnya” kata Lina lagi. Eva hanya tersenyum malu.

Selasa, 15 Maret 2011

“Camping! (Part 2)”

“Ciri-cirinya… orang yang pertama, badannya kekar, memakai kemeja biru, dan jeans se-mata kaki” terang Khaira. “Kalau orang yang ke dua dan ke tiga, juga sama-sama kekar. Hanya saja, ke dua orang itu botak, dan memakai baju hitam”
“Oh tidak..” Aira kelihatan muram.
“Kenapa?” Khaira memandang Aira.
“Aku tahu, sekarang, siapa yang menculik Shafina dan orang nomor satu itu” Balas Aira. Badannya gemetaran.
“Siapa?” tanya Khaira tak sabar.
“Dia adalah bapak yang menyeramkan yang kita temui saat melihat papan jalan” kata Aira. “Dia bilang, dia pemilik hutan ini. Dia juga bilang, dia sedang mengontrol hutan ini”
“Lalu, apa hubungannya dengan Shafina?”
“Dia pura-pura bilang kalau dia adalah pemilik hutan mataria! Dan dia juga bilang kalau dia sedang mengontrol hutan ini! Padahal, sebetulnya dia sedang melihat kondisi di hutan ini. Kalau misalnya ramai, pasti dia tidak akan menculik Shafina. Tapi, keadaan hutan ini sepi. Jadi, dia bersama kawan-kawannya melakukan aksinya.” Kata Aira “Mungkin, ketika Shafina bilang dia mendengar sesuatu, dia melihat orang itu sedang mengobrol. Dan, Shafina pun ketahuan. Para komplotan itu merasa Shafina adalah mata-mata. Jadi, Shafina diculik, supaya tidak ada yang bisa membeberkan rahasia mereka bertiga” Khaira hanya mengangguk. Lalu, tak lama terdengar suara minta tolong.

“Tolong!!! Aira! Khaira! Tolong aku!”
“Itu pasti suara Shafina lagi” kata Khaira.
“Ayo, kita cari darimana asal suara itu” kata Aira. Mereka berdua pun menyelidiki darimana asal suara minta tolong itu. Rupanya..
“Asal suara itu berasal dari hutan pohon bambu!” kata Khaira.
“Tapi kenapa Shafina bisa sampai disini? Hutan pohon bambu kan agak jauh dari tempat perkemahan?” tanya Aira.
“Entahlah” kata Khaira. Mereka pun bergegas ke hutan pohon bambu. Konon, tempat itu hanyalah hutan biasa. Pohon-pohon liar tumbuh disana. Nah, lalu, seorang kakek tua menebang pohon itu. Tapi, pohon yang ditebangnya selalu menjadi pohon bambu. Akhirnya, dinamakan hutan pohon bambu.. Akhirnya mereka sampai di hutan pohon bambu. Kembali terdengar suara teriakan.

Teriakan itu berasal dari dalam sebuah rumah yang sangat kecil.
“Tolong! Tolong! Aira! Khaira!”
Mereka memasuki rumah itu, dan.. SHAFINA?!
“Shafina!” teriak Khaira. Aira memandangi Shafina.
“Aira!” teriak Shafina. Rupanya Shafina diikat oleh tali. Mereka bersama-sama memotong tali yang mengkikat Shafina. Shafina pun bebas.

“Duh… aku mencari mu kemana-mana! Kau tak apa?” tanya Khaira. Shafina menggeleng.
“Bagaimana kau bisa sampai disini?” tanya Aira.
“Kemarin malam, aku bilang pada kalian bahwa aku mendengar sesuatu. Lalu, aku melihat 3 orang lelaki. Ternyata suara itu berasal dari mereka yang sedang berbicara. Dan tiba-tiba, ketika esok harinya aku langsung berada disini, dengan tali jelek yang mengikatku tadi!” terang Shafina.
“Kau diculik, Shafina!” kata Khaira.
“Oh ya, ngomong-ngomong, ciri-ciri 3 orang lelaki itu bagaimana?” tanya Aira.
“Orang pertama, badannya kekar, memakai kemeja biru, dan jeans se-mata kaki” kata Shafina. “Kalau orang kedua dan ketiga sama-sama kekar. Hanya saja kedua orang itu botak, dan memakai baju hitam”
“Hei! Itu kan orang yang dilihat Khaira saat di perkemahan tadi!” kata Aira.
“Memangnya kenapa?” tanya Shafina.
“Khaira juga melihat orang itu tadi. Katanya, dia sedang membicarakan kamu!” kata Aira kepada Shafina. Tapi, tiba-tiba ada 3 orang lelaki memasuki rumah kecil. Orang pertama, badannya kekar, memakai kemeja biru dan jeans se-mata kaki. Orang kedua dan ketiga juga sama-sama kekar. Hanya saja kedua orang itu botak dan memakai baju hitam.
“Oh tidak.. apakah itu orang yang kaulihat tadi?” bisik Aira kepada Khaira.
“Ya” kata Khaira.
“LARI!!!!!” kata Shafina ketakutan. Mereka baru saja ingin lari, tapi langsung dihalangi oleh dua orang yang botak.
“Tidak bisa nak” kata mereka berdua.
“Siapa kalian berdua?” tanya orang pertama kepada Aira dan Khaira.
“Mereka berdua temanku om… “ kata Shafina ketakutan.
“Mau apa kalian disini? Hah?! Jawab! Kalian tidak akan bisa keluar dari sini!” kata orang pertama.
“Kami ingin menyelamatkan teman kami! Dan kami pasti bisa keluar! HIAT!!” Aira mendorong ketiga lelaki itu. Mereka pun terjatuh.
“Rasakan ini juga ya! Hiat!!” Khaira mengikat mereka bertiga dengan tali. Akhirnya mereka berdua menyerah. Mereka pun keluar dari rumah kecil itu.
“Terimakasih teman-teman. Kalian baik sekali ingin menolongku” kata Shafina berterimakasih.
“Terimakasih kembali” kata Aira dan Khaira. Mereka pun melaporkan kejadian tadi kepada polisi. Pak polisi sangat berterimakasih kepada mereka, karena ketiga orang tadi adalah komplotan yang sedang dicari polisi.
“Terimakasih anak-anak. Kalian memang anak yang hebat!” kata pak polisi. Muka mereka pun berubah menjadi merah karena malu. Dan itulah camping yang paling menyenangkan yang pernah mereka alami..

“Uang yang Hilang”


Kriiinnnggg!!! Bel sekolah berbunyi. Itu tandanya waktu istirahat telah tiba. Semua anak berbondong-bondong keluar kelas. Ada yang ke perpustakaan, ada yang ke kebun sekolah (Biasanya mereka melihat si Hunny Bunny… dia adalah seekor kelinci yang sama-sama lucu), ada yang ke lapangan, ada yang di dalam kelas, ada yang ke ruang bermain, ada yang memakan bekal di taman, ada juga yang ke kantin, dan masih banyak lagi. Biasanya sih, anak-anak menghabiskan waktunya di kantin. Sama halnya seperti anak yang satu ini. Namanya Ronald. Ronald setiap hari Selasa selalu pergi ke kantin. Pas sekali! Hari ini hari Selasa. Jadi, Ronald pun pergi ke kantin bersama temannya, Roni dan Agung. Sesampainya di kantin, mereka langsung disambut dengan suasana yang ramai. Tampak anak-anak ribut meminta uang kembalian.
“Bu! Kembalian saya 5.000 ya!”
“Pak! Mana kembalian saya?”
“Bu, perasaan saya udah dari tadi nunggu, tapi kok nggak dikasih-kasih sih kembaliannya?”
Aroma wangi makanan pun tercium disana-sini. Ronald masih bingung mau membeli apa. Sedangkan teman-temannya sudah dari tadi kembali ke kelas. Tak lama, akhirnya Ronald sudah memutuskan untuk membeli apa. Ronald merogoh kantong celananya untuk mengambil uang. Tapi, uang itu… HILANG. Ronald sangat sedih. Ini pengalaman pertamanya, ketika kehilangan uang. Ronald berusaha supaya jangan menangis. Maka, Ronald kembali ke kelasnya. Sesampainnya di kelas, Ronald merogoh lagi kantong celanannya. Ronald menemukan secarik kertas. Tapi bukan kertas biasa. Kertas itu adalah… UANG YANG DICARINYA!

“Camping!”


Anak itu bernama Aira Mustika Sari. Lahir di Jakarta, 19 November 2002. Anaknya lucu. Imut, sabar, jujur, setia, ramah, sopan dan baik hati. Rambutnya yang se-leher itu selalu dikepang dua. Aira memiliki 2 sahabat yang setia menemaninya kemanapun mereka pergi (kayak ratu dikawal petugas ya..). sahabatnya bernama Khaira dan Shafina.
***
Aira hari ini kelihatan bosan. Saanggatt bosan. Hari ini, Aira libur panjang. Ia bosan melakukan sesuatu. Tapi, kalau Aira diam saja, Aira ingin melakukan sesuatu. Serba salah deh.. tak lama, datanglah sebuah ide cemerlang. AHA!
“Aku akan mengadakan camping! Aku akan mengajak Khaira dan Shafina” kata Aira. Maka, Aira pun mendatangi bundanya. Rupanya, bunda sedang membaca majalah di ruang tamu.
“Bunda!” panggil Aira. Aira melihat bundanya yang sedang duduk di sofa kuning sambil membaca majalah. Aira mendekati bundanya.
“Kenapa Aira?” tanya bunda sambil menutup majalah yang sedang ia baca.
“Aku mau membuat acara camping. Rencananya, aku akan mengajak Khaira dan Shafina” kata Aira.
“Ooohhh.. soal itu? Tentu saja boleh. memangnya, kamu sudah siapkan bekal dan perlengkapan lainnya??” tanya bunda memastikan.
“ Mmhh.. soal itu sebenarnya gampang… mmhh.. hanya saja.. aku minta uang untuk membeli bekal.. boleh kan?” tanya Aira.
“Itu! Pastilah.. ini” kata bunda sambil merogoh kantung bajunya. Bunda mengeluarkan dua buah uang seratus ribu.
“wah.. banyak banget!” kata Aira.
“Tapi, kamu sudah memutuskan ingin camping dimana?” tanya bunda.
“Hhmm.. ehh… hutan Mataria..” kata Aira ragu.
“Bagus! Itu pilihan yang tepat.. ngomong-ngomong, campingnya berapa hari?” tanya bunda untuk kesekian kalinya.
“7 hari” kata Aira simple. Aira meninggalkan bundanya. Ia pergi keluar untuk membeli perlengkapan untuk camping dengan uang yang diberi dari bundanya. Beli apa ya? Gumam Aira. Akhirnya Aira sampai di mini market. Disana, Aira membeli banyak barang. Mau tau daftar barang belanjaan Aira? Yuk lihat!
Daftar belanjaan Aira.
Aira Mustika Sari
Date: 9/2/10
-Biskuit coklat 5 bungkus
-Wafer selai kacang 4 pack
-Cookies cream 8 bungkus
-Milk shake ( dalam kemasan botol) 4 botol
-Yogurt rasa nanas 4 botol
-Susu rasa cofee 4 botol
-20 bungkus mie instan

Selesai! Setelah membayar, Aira langsung keluar dari bangunan mini market yang di cat putih itu. Huuff! Leganya! Sekarang Aira kembali ke rumahnya untuk menaruh belanjaanya. Setelah itu lalu kerumah Khaira dan Shafina. Ternyata, Khaira sedang ada di rumah Shafina.
“Khaira! Shafina!” panggil Aira.
“Hai!” sapa Shafina dan Khaira kompak.
“Mmmhh.. mau nggak kalian diajak camping?” tanya Aira minta persetujuannya.
“Boleh! beneran?” tanya Khaira.
“Semua camping ya beneran! Oh ya! Boleh deh.. aku ikut!” kata Shafina.
“Aku juga! Ikut! Tapi, berangkatnya kapan?” tanya Khaira.
“Besok? Mau?” tanya Aira lebih lanjut.
“YA!” kata Khaira dan Shafina menyetujui.
“Kalian sudah tau kan barang apa saja yang harus dibawa?” kata Aira menge-cek. Layaknya ibu yang sedang memeriksa bawaan anaknya ke sekolah.
“Iya dong” kata Shafina. Aira tersenyum.
“Bagaimana, nanti berangkatnya jam 6 pagi. Kita kumpulnya di rumah Shafina.. setuju?” usul Khaira.
“SETUJU!” sorak Aira.
“Berarti semuanya sudah beres..” kata Shafina.
“Ada sih… dikit lagi” kata Aira.
“Apaan tuh?” tanya Khaira. Dahinya berkerut.
“Naik apa nanti kesana? Terus kita campingnya dimana?” lanjut Shafina.
“Kalau campingnya sih.. di hutan Mataria.. tahu kan? Kalau keswananya naik.. mmhh..??” Aira berpikir-pikir.
“ANGKOT!” seru Khaira.
“Bagus tuh idenya Khaira. Bagus.. bagus.. “ Aira dan Shafina menyetujui.
“Kalau ini baru beres” kata Aira tersenyum.
***
Hari, berganti hari. Siang berganti malam. Begitupun sebaliknya. pagi ini pagi yang sangat cerah. Burung-burung bernyanyi dengan indah dibalik pohon. Hari ini hari yang spesial bagi Aira. Hari yang sangat ditunggu-tunggu. Camping! Setelah mandi dan sarapan, Aira sudah siap dengan ranselnya. Ia membawa sleeping bag. Karena, daerah hutan Mataria memang sangat mengigil. Aira melangkahkan kakinya keluar rumah.
“Hati-hati! Jaga kesehatan! Jangan ketinggalan ya, sleeping bagnya!” pesan bunda. Aira hanya tersenyum. Aira pergi ke rumah Shafina. Ia kelihatan sangat senang. Sesampainya disana, Aira melihat Shafina sedang sibuk menge-cek barang-barang bawaannya.
“Shafina!” panggil Aira.
“Hai!” sapa Shafina. Mereka saling berpelukan.
“Hai! Dimana Khaira?” kata Aira melepaskan pelukan Shafina.
“Tuh dia!” Shafina menunjuk seseorang yang memakai jaket biru tebal, sambil membawa ranselnya yang penuh diisi barang. Khaira!
“Eh! Bantuin dong.. berat nih” rintih Khaira. Ia melepaskan ranselnya yang sangat berat.
“Iya deh..” kata Aira sambil membawakan tas beratnya Khaira.
“Kalian sudah siap semua?” tanya Shafina.
“Ok!” Khaira dan Aira mengacungkan jempol.
“Kalau begitu, sekarang kita tinggal cari angkot 45 yang mengarah ke daerah hutan Mataria! Ayo kita ke pertigaan sebelah sana!” kata Aira menunjuk ke arah pertigaan yang dimaksud.
“Kenapa harus ke pertigaan? Disini juga banyak angkot 45 yang mengarah ke daerah hutan Mataria” kata Khaira.
“Karena, angkot 45 memang mangkalnya di pertigaan.. ya udah! Yuk!” kata Shafina melangkahkan kakinya kearah pertigaan. Khaira hanya mangut-mangut sendiri. Ternyata, angkot di pertigaan itu masih sepi. Tapi, akhirnya mereka bertiga menemukan angkot yang mereka inginkan.
“Bang! Hutan Mataria ya!” kata Shafina. Mereka bertiga serempak memberikan uang ongkos angkot kepada abang sopir.
“Sip neng!” kata abang itu. Angkot yang mereka naiki itu pun berjalan. Terdengar suara rem yang sudah karatan. “Ngiitt!! Ngiiitt!!”

***
“Udah sampe neng” kata abang sopir dengan gaya khasnya.
“Cepet banget” kata Aira.
“Jangan salah ya! Angkot itu, transportasi paling bbaagguuss sedunia! Nih ye, orang bule aja ngaku di internat, angkot itu transportasi paling bagus! Paling gaye, paling moderen!” kata abang itu.
“Internet bang!” kata Shafina.
“Salah sedikit ya nggak papa lah..” kata abang itu. Akhirnya mereka turun dari angkot itu. Maka, sampailah mereka ditempat yang sudah ditunggu-tunggu. Hutan Mataria!
“Yee!” mereka bersorak kegirangan.
“Sudah yuk! Langsung masuk aja!” ajak Khaira. Mereka semua, Aira Shafina dan Khaira memasuki kawasan hutan Mataria yang luas.
“Kita kemana nih?” tanya Shafina.
“Aku juga nggak tahu..” kata Aira bingung.
“HEI! Aku menemukan papan petunjuk hutan Mataria!” kata Khaira. Shafina tersenyum.
“Sepertinya, kita harus ke tempat perkemahan. Disana memang tempatnya orang camping” kata Aira sambil melihat papan petunjuk hutan Mataria.
“Baiklah.” Kata Shafina sambil memakan coklatnya. Tiba-tiba, muncul sebuah bayangan. Bayangan berwarna hitam gelap.
“Hantu!” kata Khaira ketakutan sambil menunjuk bayangan itu. Mereka segera lari. Tapi, dihentikan oleh suara seseorang.
“Tidak ada apa-apa nak!” mereka bertiga membalikkan diri. Dilihatnya seorang lelaki kekar. Memakai kemeja biru dan celana jeans se-mata kaki.
“Mmmhh eh… eh… pa..k.. maa… f.. bapa..k.. sia..pa.. ya..??” tanya Aira geregetan.
“Ah! Sudahlah.. bapak bukan siapa-siapa.. bapak adalah pemilik hutan Mataria. Bapak sedang mengontrol keadaan di hutan ini. Kalian siapa ya? Lalu, apa maksud kalian kesini?” tanya bapak itu.
“Kami ingin ke tempat perkemahan. Kami bertiga ingin camping” kata Khaira memberanikan diri.
“Mau saya antarkan?” tawar bapak itu.
“Mmhh terimakasih pak” kata Shafina. Bapak berbadan kekar itu pun meninggalkankan mereka bertiga yang sebenarnya masih ketakutan.
“Huuuff! Dikirain hantu beneran. Hutan Mataria emang serem ya!” kata Aira menarik nafas.
“Hus! Ayo! Kita lanjutkan perjalanan ke tempat perkemahannya!” kata Shafina. Mereka serempak berjalan menuju tempat perkemahan.
Sesampainnya di tempat perkemahan, mereka langsung disambut dengan indahnya pemandangan yang ada disana. Rumput-rumput hijau tumbuh disana-sini.. dengan bunganya yang berwarna warni. Gunung-gunung yang tinggi ikut melengkapi keindahannya. Ditambah angin yang sejuk. Hhmm.. segar!
“Wah.. tempat perkemahan ini sangat menyenagkan!” Aira melihat ke sekelilingnya. Disana, hanya ada mereka bertiga. Tempat perkemahan itu sangat sepi. Tapi sangat menyenangkan!
“Sebaiknya kita pasang tenda dulu saja di bawah pohon ceri ini!” usul Shafina.
“Lalu tarulah barang-barang kalian! Kita akan mandi di sungai!” lanjut Shafina.
“Hore!” teriak Khaira dan Aira. Mereka melakukan apa yang dikatakan Shafina. Hari itu memang hari yang menyenangkan. Selanjutnya, mereka pergi ke sungai Niagara-gara. Konon, dulunya sungai Niagara-gara ini selalu di penuhi coklat yang sangat manis. Lalu, seorang anak kecil bernama Nia membersihkan coklat itu. Jadi, dinamakan Niagara-gara. Sungai itu cukup besar. Airnya juga sejuk. Pantas saja! Air di sungai ini wanginya seperti coklat. Tapi, ketika kita meminum airnya, rasanya sangat pahit! Mereka mandi ditempat yang agak tertutup. Selesai mandi, badan Aira, Shafina dan Khaira menjadi segar. Mereka siap untuk camping lagi.
“Segarnya!” kata Khaira sambil memegang handuknya yang hampir terjatuh.
“Iya nih!” kata Shafina sambil mengeringkan rambutnya.
“Waktu sudah mulai malam! Sebaiknya, kita langsung saja ke tenda lagi! Hari ini juga sepertinya mendung!” kata Aira memperingatkan. Mereka berlomba lari ke tenda. Dan yang menang adalah Khaira. Titik-titik air pun mulai turun. Hujan yang lebat membasahi tenda mereka semua. Mereka segera berlindung di dalam tenda Shafina.
“Basah!” kata Aira sambil duduk disebelah Khaira.
“Sepertinya hujannya sangat deras” kata Khaira. Tapi, tak lama, titik-titik hujan itupun berhenti. Cuaca sekarang cerah lagi. Mereka segera keluar. Angin bertiup kencang. Angin itu sangat dingin. Mereka mengigil.
“Sebaiknya kita buat api unggun” kata Shafina.
“Kita sampai lupa! Api unggun!” kata Khaira terkejut kaget. Mereka serempak mencari kayu untuk membuat api unggun.
“Ah! Sepertinya, kayu ini sudah banyak!” kata Aira yang mulai kelelahan.
“Sekarang, kita tinggal menyalakan api” kata Khaira. Shafina mengeluarkan korek api yang dibawanya. Api pun berkobar-kobar dimana-mana. Perlahan-lahan, mereka memberi kayu ke api tersebut supaya apinya tidak padam.
“Shafina! Kau sedang apa?” tanya Aira.
“Merebus air untuk memasak mie. Kalian tidak lapar?” tanya Shafina yang masih sibuk dengan airnya.
“Ya! Kami lapar!” kata Khaira.
“Huh! Soal makanan, kalian langsung lapar! Ayo! Bantu aku masak dulu!” kata Shafina yang kelihatannya kerepotan. Aira turut membantu. Sedangkan Khaira bermain gitar sambil menyanyi

lagu andalannya. Yang dinyanyikan oleh band F.R.I.E.N.D.S.. Friends itu singkatan dari nama personil mereka lo..
F= Fresica
R= Riana
I= Isa
E= Elisa
N= Nebby
D= Dressika
S= Salma
“Teman.. dengarkan aku.. aku sayang kamu.. kamu sayang aku.. I love you.. YAY! FRIENDS! Lalala.. lalala.. YAY! FRIENDS!” Khaira menyanyikan lagu pertama band F.R.I.E.N.D.S.. Yang berjudul: “I LOVE YOU” dalam album pertamanya: “Kita saling bersama”. Malam itu sangat menyenangkan. Sangat, sangat menyenangkan. Tak terasa, makanan pun siap. Mereka makan dengan lahap. Karena memang mereka semua sudah keroncongan. Tapi, tiba-tiba Shafina mendengar sesuatu. Ssshhhh bla, bla, duar! Duar! Duar! Boooomm! Ya.. begitulah..
“Hei! Aku mendengar sesuatu!” seru Shafina.
“Apa itu?” tanya Khaira.
“Suara kembang api diikuti pembicaraan seseorang!” kata Shafina.
“Lalu?”
“Aku mau mencari dari mana asal suara itu” jelas Shafina.
“Baiklah. Tapi, jangan lama-lama ya!” pesan Aira. Shafina pun berdiri. Setelah selesai makan, mereka membereskan alat-alat masak yang sudah dipakai. Lalu, kembali bersenang dengan gitar yang dibawa Khaira. Khaira menyanyikan lagu yang berjudul ‘pelangi ku’ yang diciptakan kakaknya.
“Titik.. titik-titik hujan.. masih membasahi, jumpa aku pergi bersamamu.. titik, titik hujan, masih membasahi, kala aku pergi bersamamu.. bisikkan kisah yang lucu, nyanyikan lagu merdumu.. merah, kuning, hijau dan biru.. sentuhkan warnamu dalam gaunku… kini ku menari, jumpa kau disini.. ku ingin pelangi ku datang lagi..” Khaira menyanyi dengan penuh penghayatan. Aira terlihat kagum. Tapi, tanpa disadari, 10 menit berlalu. Dan Shafina pun belum kembali.
“Wah! Sudah 10 menit berlalu! Tapi, Shafina belum kembali. Bagaimana ini?” tanya Aira yang sadar bahwa Shafina belum kembali dari tempat perkemahan. Aira melirik jam tangannya yang selalu sedia terlilit di tangannya.
“Apa? Shafina belum datang? Bagaimana ini? Apa kita cari disekeliling tempat ini?” kata Khaira berteriak histeris.
“Tidak.. ini waktu yang tidak aman. Sekarang sudah malam. Lebih baik, kita tunggu 2 menit lagi. Kalau Shafina belum datang juga, kita tidur dulu. Lalu, esoknya kita cari Shafina.” Kata Aira. Mereka menunggu. Karena bosan menunggu akhirnya mereka melanjutkan menyanyi kembali. Tapi, ternyata 2 menit kemudian, Shafina belum datang juga.
“Wah! Gawat! Sudah 2 menit. Tapi Shafina belum datang juga” kata Aira.
“Apa dia pergi ke sungai dulu untuk buang air kecil?” kata Khaira.
“Tapi, bukankah sungai itu tak jauh dari sini?” tanya Aira.
“Atau.. dia terseret arus sungai?” kata Khaira. Aira merinding.
“Ngaco kamu!” kata Aira.
“Tapi bisa jadi lo..” kata Khaira menakut-nakuti.
“Udah ah.. sekarang kita kedalam tenda mesing-masing aja. Udah malem waktunya tidur. Lagian aku juga udah ngantuk” kata Aira. Mereka pun langsung meloncat ke dalam tenda. Hhhhooooaaamm!! Ah.. ngantuk nih. Aira sama Khaira mau tidur. Hitung bareng-bareng yuk. 1.. 2.. 3..4… 5.. 6..7…8…9..10.. zzzzz…zzzz..zzzz…. Good Night!
***
Malam pun berganti. Hari ini, pagi yang indah menyelimuti mereka. Rasa takut kehilangan Shafina masih menyelimuti mereka. Mereka masih berada di tenda masing-masing. Masih pulas tidur rupanya! Tapi, tiba-tiba Aira dikejutkan oleh teriakan Khaira yang keras.
“Shafina!!!!!!!!!!!!!!!!” Aira segera keluar dari tendanya. Terlihat tampak pintu tenda Khaira terbuka. Dia tampak pucat. Tampak ketakutan.
“Ada apa?” tanya Aira.
“E..e..h..h.. ee..ee..” Khaira tampak ragu.
“Ada apa? Ayo ceritakan.. jangan ragu” kata Aira menenangkan Khaira.
“Tadi, ketika aku tidur, aku mendengar suara seseorang” kata Khaira.
“Lalu?” tanya Aira yang masih bengong.
“Aku mendengarnya dari balik tenda. Aku mendengar seseorang berbicara tentang,, anak yang tinggi, memakai baju hijau, celana training. Dan… rambut yang dikepang dua..!” kata Khaira. “Dan itu persis sekali… ciri-ciri itu.. adalah… SHAFINA!” Aira tampak tak percaya. Lalu Khaira berkata lagi.
“Karena aku penasaran, aku akhirnya keluar. Ternyata orang itu sedang berbicara di bawah pohon yang dekat tendaku. Aku meliriknya, tapi orang itu tak melihat.. lalu orang itu langsung pergi. Aku kembali lagi ke tenda. O ya.. orang itu berjumlah 3 orang” katanya.
“Ciri-ciri orang itu bagaimana?” tanya Aira.
Bersambung….

Senin, 14 Maret 2011

“Balon Ajaib”


Di sebuah desa kecil bernama Nokki-Nokki tinggalah seekor semut hitam bernama Muti. Muti adalah orang miskin. Ia yatim piatu. Ayahnya meninggal semenjak tertabrak oleh kawanan kumbang ketika ingin pergi ke tempat kerja. Semenjak ayahnya meninggal, mamanya ikut membanting tulang. Mamanya bekerja sebagai buruh cuci. Beliau bekerja dari pagi sampai jam 6 sore. Tapi, kini mamanya ikut meninggal karena terlalu kecapekan. Setiap Minggu siang Muti selalu pergi ke kuburan ayah dan mamanya. Sekarang Muti hanya tinggal bersama adiknya, Miko yang masih berumur 6 tahun. Untuk mendapatkan uang, setiap hari, seusai sekolah, Muti berjualan es loli. Kadang Muti suka diejek karena keadaannya yang kurang mampu. Tapi, Muti tetap sabar. Memang, dari uang yang Muti peroleh dari hasil jualan es loli tidak banyak. Kadang-kadang, hanya mendapat 10.000. tapi, kalau laris, bisa mendapat 20.000. bahkan, kalau tidak dapat uang, Muti tidak makan. Kasihan ya? Muti selalu berdoa kepada tuhan yang maha esa, semoga selalu diberikan yang terbaik. Amin…
***
Suatu hari, Miko minta dibelikan balon.
“Kakak! Kakak! Aku ingin balon!” rengek Miko kepada Muti.

“Miko ingin balon? Tapi, dimana tempat jualan balon?” tanya Muti. Dia cemberut. Bukan ingin tidak membelikan adiknya balon, tapi, takut uangnya tidak ada.
“Di perempatan dekat sekolah kak Muti” jelas Miko. Akhirnya, mereka keluar dari rumahnya yang sempit. Ia membelikan balon untuk Miko. Miko sangat senang. Meskipun, balonnya kecil, Miko tetap senang. Di perjalanan menuju rumahnya, tiba-tiba… DOR! Karena udara saat itu panas, balon itu meledak. Miko menangis. Karena balonnya meledak. Tapi, Muti tak bisa menggantikan balon yang pecah, karena uangnya hampir menipis. Tapi, tiba-tiba, dari pecahan balon itu muncul serbuk-serbuk putih. Serbuk itu sangat banyak. Miko mulai berhenti menangis. Dia bertanya kepada kakaknya itu.
“Serbuk apa ini?” tanya Miko. Muti hanya menggeleng tanda tak mengerti. Lalu, dari serbuk itu muncul kertas-kertas. Bukan kertas biasa. Itu adalah uang! Dan, semua serbuk-serbuk itu berubah jadi uang! Muti dan Miko sangat senang. Tidak ada orang yang melihat. Hanya mereka yang mengetahui. Mereka membawa uang itu kerumahnya. Rumahnya pun dibanjiri uang. Muti sangat bersyukur sekali. Sekarang dia bukan orang miskin lagi. Tapi, dia tak sombong. Dia malah menjadi semakin baik. Dia tabung uang itu sebagian, lalu diberikan kepada orang yang tidak mampu. Dia masih menjadi Muti. Muti yang baik hati..

Senin, 07 Maret 2011

“Benar-Benar Misterius!”


Aku melangkahkan kaki ke arah kelas 3. Ya, kelas 3. kelasku sekarang. aku memasuki kelas yang masih sepi. Hanya ada dua temanku. Rose dan Melly. Aku memandang ke sekeliling. Kulihat Melly, teman sebangku ku tertunduk sedih di mejanya. Wajahnya sembab. Air mata perlahan turun dari matanya. Ia kelihatan sangat sedih dan takut. Aku menghampiri Melly. Aku duduk disebelahnya.
“Kenapa Melly?” tanya ku sambil memandang wajahnya yang penuh titik-titik air mata disana sini. Melly memandangku.
“Alya?!” kata Melly yang berusaha menyembunyikan air matanya. Ia meenghapus air matanya.
“Ini gawat!” kata Melly pelan.
“Gawat apanya?” tanya ku yang masih heran.
“Aku menerima surat kaleng” kata Melly. Air matanya perlahan turun lagi. Aku terperanjat kaget. Surat kaleng? Melly menyerahkan selembar kertas kepadaku. Kertas itu sangat kusut. Aku melihat kertas itu. Terdapat sebuah tulisan. Aku membacanya.
‘Tunggu pembalasanku Melly!’ begitu isi tulisannya.
“Siapa yang menulis ini?” tanya ku.
“Aku tak tahu.. hiks! Hiks!” kata Melly sambil menangis. Aku megerutkan kening layaknya detektif yang sedang kebingungan.
“Sudahlah.. kita tunggu saja besok. Mungkin ada petunjuk lain” kata ku menenangkan Melly. Melly menatapku. Dia tersenyum.
“Terimakasih Alya. Kau teman yang baik” kata Melly. Aku tersenyum.
“Sama-sama. Kau juga teman yang baik” balasku. Kami berdua berpelukan.
“Pasti, dari surat kaleng itu ada sesuatu yang tersimpan” kataku.
***
Esoknya, aku pergi ke sekolah. Aku kembali memasuki ruangan kelas 3. Ruangan yang paling kusenangi. Kulihat Melly sedang berdiri di dekat meja guru. Wajahnya kelihatan terang. Sekarang dia sudah ceria. Kulihat dia sambil memegang sebuah gelang emas yang dipakainya.
“Melly!” panggilku.
“Alya!” kami berdua mendekat
“Aku senang melihat kau sudah ceria lagi” kata ku. Aku memandang gelang emas yang dipegang Melly.
“He.. he.. he.. soal gelang ini, aku dapatkan dari ayahku. Untuk menghibur hatiku yang sedih soal surat kaleng kemarin” jelas Melly. Aku hanya mangut-mangut tanda mengerti. Lalu, Gaby, temanku yang lain mendekatiku dan Melly.
“Eh! Melly! Alya! Ayo siap-siap! Sebentar lagi pelajaran IPS mau dimulai. Tuhh.. pak Koko guru IPS kita udah mau memasuki kelas!” kata Geby. Aku dan Melly segera duduk dibangku masing-masing. Maka, pelajaran IPS yang dibimbing pak Koko pun dimulai.
***
Tak terasa, 3 jam pun berlalu. 4 pelajaran sudah ku lalui. Dan tibalah waktu yang ditunggu-tunggu anak kelas 3 Permata Hati. Waktu istirahat! Semua anak berbondong-bondong keluar kelas.
“Alya! Kita ke kantin yuk!” ajak Melly. Aku mengangguk. Sesampainnya di kantin, aku memesan mie ayam. Sedangkan Melly memesan mie ayam baso. Minumnya, 2 buah es teh manis.
“Seger ya..” kata ku sambil menyeruput es teh manis ku.
“Tentu” kata Melly yang sibuk menusuk basonya dengan garpu. Setelah selesai makan, kami segera membayar.
“Semuanya, jadi 10.000” kami menyerahkan uang 10.000. segera, tanpa basa-basi, aku dan Melly pun langsung ke kelas lagi. Masih ada 7 menit lagi untuk istirahat. Melly duduk di kursinya sedangkan aku berkeliling kelas. Itu lah hoby ku ketika di kelas. Berkeliling kelas. Aku menatap Melly lagi untuk melihat kondisinya. Tapi, ketika ku berbalik, Melly sedang mencari sesuatu. Mukanya pucat.
“Ada apa?” tanya ku mendekati Melly.
“Gelang emasku hilang!” seru Melly.
“Tadi, kau taruh mana?” tanya ku.
“Aku taruh tas. Tapi, waktu aku lihat lagi.. i.. ge.. lang.. ema..s.. it..u.. hil..ang.!” kata Melly geregetan.
“Ini pasti ada hubungannya surat kaleng dengan gelang emasku yang hilang itu!” kata Melly lagi.
“Kalau begitu, kita tanya saja Ika! Dia kan yang paling hafal semua tulisan anak-anak kelas 3. Mungkin, dia tahu siapa yang menulis surat kaleng itu!” kata ku. Maka, Aku dan Melly segera ke perpustakaan. Setiap istirahat, Ika memang suka ke perpustakaan. Ika di kenal kutu buku dikelasnya.
“Ika!” seru Melly tiba-tiba. Ia mengibarkan kertas yang berisi surat kaleng itu.
“Melly? Alya? Ada apa?” Ika terlonjak.
“Kamu harus menjawab secepatnya! Tulisan siapa ini?” aku memperlihatkan surat kaleng yang dipegang Melly. Ika melihat dengan seksama.
“Kau dapatkan dari mana surat ini?” tanya Ika.
“Memangnya kenapa?” tanya ku dan Melly serempak.
“Ini adalah tulisan.. tulisan.. tulisan Monic!” kata Ika.
“HAH?!”
“Monic kan anak yang baik! Kenapa dia yang menulis surat kaleng ini?” tanya ku.
“Bisa jadi, dia juga yang mencuri gelang emasku!” kata Melly.
“Memangnya, sebetulnya ada apa sih?” tanya Ika. Aku menceritakan yang terjadi. Melly terlihat berkaca-kaca.
“Kalau begitu, semoga kasusnya cepat selesai ya!” dukung Ika. Kami berdua segera pamit lagi ke kelas.
“Kita langsung saja tanya Monic” kata Melly yang sudah marah. Tatapannya berapi-api. Aku bengong saja ketika melihat Melly marah. Kami mendekati meja Monic.
“Hai Monic..” kata Melly. Wajahnya kelihatan sangat.. sangat tampak gusar. Dia meremas surat kaleng itu. Monic ketakutan.
“Kenapa ya?” tanya Monic yang berusaha menenangkan Melly.
“Kita berdua hanya mau tanya saja.. tapi, tolong jujur. SIAPA YANG MENULIS INI?!!” bentak Melly. Air matanya keluar. Dia memperlihatkan isi surat kaleng itu. Untung, dikelas sepi. Kalau tidak?
“Baiklah.. aku sebenarnya yang menulis surat itu” kata Monic pelan. Melly seperti disambar petir. Kenapa orang baik seperti Monic menulis ini semua?!
“Lalu, kenapa kau mencuri gelang emasku?” lanjut Melly.
“BENAR! Karena, aku dipaksa oleh Sandria! Kenapa kau membetakku? Hah?! Padahal, aku nggak salah! SANDRIA! Sandria yang salah!” kata Monic yang sudah tak tahan. Aku dan Melly iba. Kami hanya terdiam. Monic menangis.
“Sudahlah! Bentak aku saja!” kata Monic sambil menangis. Aku berjongkok.
“Monic..” kataku.
“Kami memang salah. Maafkan kita berdua. Kita akan bicarakan dengan Sandria. Maaf, kalau kami sudah salah sangka” lanjutku. Aku dan Melly berjalan meninggalkan Monic. Aku menghampiri Sandria.
“Sudah cukup Sandria!” kata Melly.
“Ada apa?” tanya Sandria kebingungan.
“Jujur saja! Kau kan yang menyuruh Monic menulis surat kaleng dan mencuri gelang emasku?” kata Melly. Sandria terdiam.
“Iya! Iya! Aku! Aku memang salah! Tapi, ini bukan karena kau Melly!” kata Sandria.
“Siapa?” tanya Melly.
“Alya!” seru Sandria.
“Kenapa aku?” tanya ku.
“Aku salah apa?” lanjutku.
“Kau.. kau.. kau... tega! Belakangan ini, kau selalu menjauhi ku.! Bermain dengan Melly! Padahal, dulu kita selalu.... hiks! Hiks!” Sandria tak kuat menceritakan semuanya. Dia terlalu sedih untuk menceritakannya. Dia berlari keluar kelas. Aku hanya terdiam. Ternyata, aku tak pantas berteman dengan Sandria. Good bye! Good bye Sandria! Lupakanlah aku! Cari teman yang lain! Hiks! Hiks! Aku hanya menangis sedih. Melly terdiam. Ruangan kelas menjadi sunyi.
***
Hari pun berganti. Kejadian kemarin menjadi pengalamanku yang berharga. Hari ini libur nasional. Jadi, sekolahku libur. Aku menuju ke halaman rumah. Aku membuka kotak surat. Kulihat ada satu amplop di dalamya. Aku meraihnya. Ternyata, surat ini ditunjukan kepada Alya Nabilla. Alya Nabila? Itu kan namaku! Aku segera merobek amplop itu. Lalu, ku keluarkan sebuah kertas berwarna biru dari dalam amplop. Aku membacanya.

From: Sandria Zhafina Putri
To: Alya Nabilla
Dear Alya!
Alya, maafkan aku yah! Aku memang salah! Seharusnya aku harus mengontrol diri. Tapi, maafkan aku sepertinya kita tak bisa bersama lagi. Ayahku harus pindah kerja ke Amerika selama 2 tahun. Maka dari itu, aku juga harus ikut pindah ke Amerika. Tapi, kita bisa chatingan di internet atau surat menyurat. Sudah dulu ya. Bye!
Sandria Zhafina Putri

Aku kaget membacanya. Sandria yang dulu menyayangi ku kini telah hilang.
“TIDAK!!!!” teriakku histeris. Bye Sandria. Selamat ketemu lagi tahun depan..